Kasus Munir Upaya Melemahkan Kekuatan Ketahanan nasional
Bagi masyarakat yang peduli informasi, mengikuti dan menyimak proses hukum kasus Munir sungguh menarik. Kini sidang kasus Munir yang melibatkan Muchdi PR. Sebagai tersangka sampai pada tahap mendengarkan keterangan saksi-saksi. Tiba giliran Koordinator Kontras, Usman Hamid maju sebagai saksi. Usman dengan yakin menyatakan, bahwa BIN sebagai institusi, terlibat dalam pembunuhan aktifis HAM, Munir. Usman sangat yakin akan hal itu, karena TPF (Tim Pencari Fakta) kasus Munir, pernah menerima surat yang diketik “seseorang” (tanpa identitas).
Surat tersebut menyatakan ada rencana pembunuhan Munir dalam pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan di lingkungan BIN dan dihadiri Mantan Ka BIN Hendro Priyono, Muchdi, Deputi II, Deputy IV BIN serta Dirut Garuda, Indra Setiawan. Terkait kesaksian Usman ini, Menurut seorang pengamat, Wawan H. Purwanto, surat yang tidak ada atau sulit diketahui identitasnya serta tidak jelas alamat pengirimnya, maka surat itu dapat dikatagorikan sebagai surat kaleng yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan sejumlah kalangan juga mencemaskan, jangan-jangan kasus Munir ini telah di tumpangi kepentingan-kepentingan tertentu, terutama kemungkinan adanya upaya untuk melemahkan dan menjatuhkan citra institusi BIN dengan tujuan Balkanisasi (Indonesia yang terpecah-pecah).
Upaya melemahkan kekuatan-kekuatan nasional ini juga telah diawali pada institusi TNI. Menurut rangkaian peristiwa yang terjadi di dalam negeri, sangat logis dan masuk akal jika kemungkinan besar ada upaya Balkanisasi di Indonesia. Mungkin kita masih ingat beberapa tahun silam, ada sekelompok LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang dengan berapi-api menuntut pembubaran Komando Teritorial (Koter). Padahal Koter merupakan gelar kekuatan TNI AD di seluruh wilayah Indonesia.
Setelah reformasi bergulir, semakin banyak LSM yang getol mengorek luka lama terutama yang berkaitan dengan TNI, walaupun masalah-masalah itu sebenarnya telah diselesaikan secara tuntas dan dan sah. Kembali kepada kesaksian Usman Hamid. Berkenaan dengan masalah ini, tentunya akan semakin membuka mata dan telinga kita, bahwa pemimpin Kontras pun kadang masih suka mengada-ada (kesaksian berdasar surat kaleng).
Bila minim bukti mengapa harus dipaksakan?. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap popularitas Kontras sebagai LSM besar di Indonesia. Atau mungkin ada “maksud-maksud tertentu”? Oleh karenanya, masyarakat seyogyanya bisa memilah dan memilih setiap informasi yang berkembang, sehingga dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah?.
Masyarakat hendaknya juga tidak terprovokasi oleh pernyatan-pernyataan negatif terhadap BIN yang sejatinya pernyataan tersebut belum tentu dijamin kebenarannya. Masyarakat menunggu kinerja aparat hukum Indonesia untuk dapat bertindak dan berbuat secara professional dan proporsional tanpa tekanan atau intervensi dari manapun atau siapapun. Bagaimanapun juga hukum Allah tetap berlaku bagi umatnya, bahwa kebenaran itu pasti akan mendapat kemenangan.
Surat tersebut menyatakan ada rencana pembunuhan Munir dalam pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan di lingkungan BIN dan dihadiri Mantan Ka BIN Hendro Priyono, Muchdi, Deputi II, Deputy IV BIN serta Dirut Garuda, Indra Setiawan. Terkait kesaksian Usman ini, Menurut seorang pengamat, Wawan H. Purwanto, surat yang tidak ada atau sulit diketahui identitasnya serta tidak jelas alamat pengirimnya, maka surat itu dapat dikatagorikan sebagai surat kaleng yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan sejumlah kalangan juga mencemaskan, jangan-jangan kasus Munir ini telah di tumpangi kepentingan-kepentingan tertentu, terutama kemungkinan adanya upaya untuk melemahkan dan menjatuhkan citra institusi BIN dengan tujuan Balkanisasi (Indonesia yang terpecah-pecah).
Upaya melemahkan kekuatan-kekuatan nasional ini juga telah diawali pada institusi TNI. Menurut rangkaian peristiwa yang terjadi di dalam negeri, sangat logis dan masuk akal jika kemungkinan besar ada upaya Balkanisasi di Indonesia. Mungkin kita masih ingat beberapa tahun silam, ada sekelompok LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang dengan berapi-api menuntut pembubaran Komando Teritorial (Koter). Padahal Koter merupakan gelar kekuatan TNI AD di seluruh wilayah Indonesia.
Setelah reformasi bergulir, semakin banyak LSM yang getol mengorek luka lama terutama yang berkaitan dengan TNI, walaupun masalah-masalah itu sebenarnya telah diselesaikan secara tuntas dan dan sah. Kembali kepada kesaksian Usman Hamid. Berkenaan dengan masalah ini, tentunya akan semakin membuka mata dan telinga kita, bahwa pemimpin Kontras pun kadang masih suka mengada-ada (kesaksian berdasar surat kaleng).
Bila minim bukti mengapa harus dipaksakan?. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap popularitas Kontras sebagai LSM besar di Indonesia. Atau mungkin ada “maksud-maksud tertentu”? Oleh karenanya, masyarakat seyogyanya bisa memilah dan memilih setiap informasi yang berkembang, sehingga dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah?.
Masyarakat hendaknya juga tidak terprovokasi oleh pernyatan-pernyataan negatif terhadap BIN yang sejatinya pernyataan tersebut belum tentu dijamin kebenarannya. Masyarakat menunggu kinerja aparat hukum Indonesia untuk dapat bertindak dan berbuat secara professional dan proporsional tanpa tekanan atau intervensi dari manapun atau siapapun. Bagaimanapun juga hukum Allah tetap berlaku bagi umatnya, bahwa kebenaran itu pasti akan mendapat kemenangan.
Sumber : http://www.mimbar-opini.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=3185
0 komentar:
Posting Komentar