PENDAHULUAN
DemonstrasiI buruh sudah menjadi semacam ritual tahunan. Setiap Oktober dan November, pada saat kepala daerah menetapkan upah minimum untuk tahun berikutnya, suhu politik perburuhan selalu memanas.Dan pada awal tahun berikutnya setiap bulan Januari, hampir selalu terjadi keributan di berbagai kota menyangkut penetapan Upah Minimum. Dan senjata buruh selalu menggelar demonstrasi besar-besaran, yang memacetkan jalanan utama kota bahkan menutup akses ke berbagai tujuan strategis dan memberikan dampak banyak pihak..
Awal tahun 2012pun diawali dengan aksi demonstrasi para buruh di Kawasan Industri Bekasi dan sekitarnya. Demo buruh kali ini dipicu gugatan PTUN Apindo Kabupaten Bekasi yang akan menggugat SK Gubernur Jawa Barat yang telah menetapkan UMK Kabupaten Bekasi untuk tahun 2012 dimana kemenangan diperoleh Apindo Kabupaten Bekasi pada Kamis 26 Januari 2012 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Dalam amar putusan, Majelis Hakim memerintahkan agar Gubernur Jawa Barat merevisi SK UMK tahun 2012. Upah buruh batal naik 30 persen dari UMK semula yaitu Rp1.491.000.
Para buruh yang kecewa atas pembatalam UMK merasa tidak terima, dan melakukan aksi demo dengan mengusung issu “pemiskinan” untuk menyebut upaya banding yang dilakukan Apindo yang tidak menaikan 30% UMR buruh.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai tuntutan kenaikan upah oleh buruh akan memberi tekanan pada biaya perusahaan. Di tengah krisis global yang saat ini sedang terjadi, tuntutan buruh dianggap dapat merugikan,terlebih lagi berdasarkan survey pada tahun 2011 para buruh tidak menunjukan efektivitas dan efisiensi yang membaik, tingkat produktivitaspun tidak naik jadi mana mungkin upah tinggi sedangkan Produktivitas rendah.
Dalam hal penetapan UMK, ini juga diwarnai issu politik. UMK sudah jadi komoditas politik baru. Di Bekasi, tahun 2012 ini akan dilangsungkan Pilkada untuk memilih Bupati baru. Dan Bupati incumbent ikut mencalonkan diri kembali. Tentu bisa dipahami jika beliau butuh “issu” untuk mendongkrak citranya. Maka tak heran jika kenaikan UMK di Kabupaten Bekasi menjadi terbesar dibanding 26 kota lainnya di Jabar. Prosentasi kenaikannya pun tidak masuk akal, antara 16% - 43,8%. Jika ditotal dengan dampak lain : kenaikan premi Jamsostek, THR, pasca kerja. Upah lembur, bisa jadi kenaikan biaya personil mencapai 45% - 100%. Perusahaan mana yang mampu mengejar kenaikan upah sebesar itu dalam kondisi ekonomi tak terlalu baik
Tapi para buruh bersikeras menuntut kenaikan UMR demi terciptanya kesejahteraan dan kehidupan yang layak bagi mereka. Demo besar-besaran pun dilakukan. Ratusan ribu buruh turun ke jalan. Para buruh menggelar demo mulai hari Senin sampai Kamis, tanggal 16 – 19 Januari. Semua buruh di kawasan Bekasi-Tambun-Cibitung dihimbau untuk ikut demo dengan rute hampir semua kawasan industri di Bekasi dan sekitarnya. Tak cukup hanya 4 hari, rencananya demo akan dilanjutkan pada tanggal 24 dan 26 Januari dan yang terbesar akan dikerahkan pada 31 Januari 2012.
Rekomendasi UMK Kab Bekasi pun lolos tanpa cacat, sekaligus ditandatangani dan disahkan dalam rapat pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jabar yang didalamnya terdiri dari unsur Serikat Pekerja, Pemerintah, termasuk DPP Apindo Provinsi Jabar. “Semua perwakilan tersebut, termasuk DPP Apindo Jabar, menandatangani surat rekomendasi yang akhirnya disahkan dalam bentuk SK Gubernur.
Tetapi DPK Apindo Bekasi kemudian melayangkan gugatan ke PTUN Bandung untuk mencabut SK Gubernur mengenai UMK Kab. Bekasi tersebut. Langkah pengusaha pun ditanggapi dengan ancaman buruh yang akan menggelar aksi demonstrasi pada 16 hingga 19 Januari 2012 karena Buruh merasa tidak puas terhadap angka UMK yang telah ditetapkan. Karena angka buruh di kisaran Rp2.247.000, sementara yang disepakati hanya sekitar Rp1.491.866.
Aksi itu urung dilakukan setelah DPP Apindo Kabupaten Bekasi dengan Serikat Pekerja menyepakati beberapa poin dari pertemuan di Hotel Grand Sahid, Jakarta. Dalam kesepakatannya, DPP Apindo berjanji akan mencabut gugatannya di PTUN Bandung pada Kamis, 19 Januari 2012. Serikat Pekerja sepakat membatalkan rencana aksi demonstrasi tersebut.
Ternyata DPK Apindo Bekasi tak kunjung mencabut gugatannya di PTUN Bandung hingga waktu yang disepakati. Bahkan, para buruh menilai, kuasa penggugat tidak menunjukan itikad baik. Hingga pada Kamis, 26 Januari 2012, sidang PTUN Bandung membacakan putusan yang memenangkan gugatan DPK Apindo Bekasi. Majelis Hakim memerintahkan agar Gubernur Jabar merevisi SK UMK Tahun 2012. Tak pelak, para buruh pun langsung merespon dengan demo besar-besaran dengan memblokir rus tol Jakarta-Cikampek.
Sebelum melakukan aksi unjuk rasa, massa juga melakukan sweeping ke perusahaan-perusahaan guna mengajak buruh lainnya yang sedang bekerja, untuk ikut turun ke jalan.Dan sempat terjadi ketegangan saat sweeping. Tapi karena massa yang sweeping lebih banyak, mereka (buruh yang bekerja) akhirnya tidak berdaya dan bersedia ikut unjuk rasa.
Jalan tol Jakarta-Cikampek lumpuh pada Jumat 27 Januari 2012, Ruas jalan tol yang menjadi nadi perekonomian di kawasan Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang Bekasi) itu diblokir oleh ribuan buruh. Amarah mereka terpanggang oleh pengingkaran janji para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bekasi, yang membatalkan pencabutan gugatan upah minimum kabupaten (UMK). Aksi yang diikuti oleh seluruh buruh pabrik sekabupaten Bekasi itu dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.
Pusat aksi difokuskan di 7 kawasan industri seperti Ejip, Hyundai, Delta Silicon, Jababeka 1, Jababeka 2, MM 2100, dan Kawasan Gobel. Mereka menutup jalan di KM 31 Cikarang Barat. Akibatnya, arus lalu lintas dari arah Jakarta menuju Cikampek maupun sebaliknya, mengalami macet hingga puluhan kilometer.
Kemacetan bahkan mengular hingga jalan Kalimalang, Cawang, Jalan Raya Pangkalan Jati dan Bekasi. Arus lalu lintas di wilayah itu pun nyaris lumpuh. Situasi pun kian memanas saat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menemui demonstran yang memusatkan konsentrasi massa di km 24.400, Cibitung, Bekasi, Jawa Barat
Ribuan buruh yang menggunakan sepeda motor dan kendaran roda empat itu kemudian bergerak ke arah pintu tol Cikarang Barat untuk melakukan pemblokiran. Selain memblokir jalan tol, dalam aksi ini ribuan buruh juga akan melakukan rapat akbar. Rapat dilakukan di dua tempat, yakni di patung kuda Kawasan Industri Jababeka, dan di perempatan Lippo Kawasan Industri EJIP.
Aksi demo ribuan buruh ini menyebabkan kemacetan panjang di Tol Cikampek. Hal itu karena para buruh menutup sejumlah akses jalan. "Mereka mencoba menutup akses akses tol masuk maupun keluar Cikarang Barat
Menurut petugas informasi Jasamarga ekor kepadatan sampai Pondok Gede. Dari arah Jakarta ada dua titik, Jatiwaringin ke Bekasi Barat, dan Tambun-Cikarang. Sedangkan arah sebaliknya, macet mulai dari Karawang Barat sampai Cikarang Barat, Macet dari Km44 sampai Km 31
Ribuan buruh yang melakukan demonstrasi selama kurang lebih delapan jam di kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, untuk menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) akhirnya membuahkan hasil.
Ribuan buruh menutup akses tol Jakarta-Cikampek. Arus lalu lintas dari Jakarta macet total, begitu juga sebaliknya. Antrean mobil pun mengular.
Ribuan buruh menutup akses tol Jakarta-Cikampek. Arus lalu lintas dari Jakarta macet total, begitu juga sebaliknya. Antrean mobil pun mengular.
Berdasarkan pantauan VIVAnews.com di TMC Polda Metro Jaya, sampai pukul 17.00 WIB, kemacetan telah berlangsung dari KM 9 Pondok Gede Timur mengarah ke Cikampek.
Kendaraan yang terpantau di KM 22 tampak tidak bergerak. Kemacetan panjang bahkan telah terjadi di tol Cawang menuju ke Cikampek.
Kendaraan yang terpantau di KM 22 tampak tidak bergerak. Kemacetan panjang bahkan telah terjadi di tol Cawang menuju ke Cikampek.
Sukses memblokir jalan tol Jakarta-Cikampek, aksi ribuan buruh bergeser ke jalan umum (arteri). Di jalan ini aksi blokir juga dilakukan.
Sementara ratusan aparat kepolisian dan personel TNI sudah bersiagauntuk mengantisipasi aksi tersebut.
Sementara ratusan aparat kepolisian dan personel TNI sudah bersiagauntuk mengantisipasi aksi tersebut.
Aksi demo besar-besaran para buruh di kawasan industri Bekasi ini membuat masyarakat prihatin dengan nasib para buruh, sekaligus menyayangkan aksi demo tersebut.
Mengapa prihatin ? karena saat ini untuk menaikan kesejahteraan, para buruh harus terlebih dahulu melakukan aksi demonstrasi. Kemudian sekaligus menyayangkan, karena membuat produksi di banyak pabrik lumpuh serta mengganggu ketertiban umum dengan menutup akses Jalan Tol Bandung – Jakarta. Banyak orang yang pro dan kontra mengenai aksi buruh ini, ada juga orang yang peduli dan skeptis. Orang yang menganggap skeptis berpikir bahwa aksi yang dilakukan para buruh ini tentunya tidak harus sampai menutup akses jalan dan membuat kekacauan serta tindakan anarkis.
Kemudian bagaimana apabila produksi pabrik bekerja lumpuh, kemudian perusahaan merugi dan akhirnya bangkrut ?..bukankah mereka menjadi tidak bisa bekerja dan mendapatkan uang lagi?..Kemudian orang skeptis yang terakhir mengatakan apabila gaji mereka kecil, mengapat tidak pindah?atau berwirausaha?.
Dan issu seperti ini – dimana kondisi perekonomian negara memang sedang sulit, rakyat miskin makin banyak, biaya hidup makin mahal Tapi benarkah upaya Apindo itu suatu bentuk pemiskinan? Apakah kini kewajiban menghapuskan kemiskinan dan mensejahterakan rakyat sudah beralih ke tangan para pengusaha?
Wajarkah kenaikan upah sebesar 16% – 43,8%? Bukankah upah bisa naik jika terjadi peningkatan produktivitas, peningkatan sales dan efisiensi atau setidaknya salah satu dari 3 unsur itu? Dan tentu tidak mungkin pula jika kenaikan sales hanya 6% maka kenaikan upah 16%. Jika efisiensi yang dilakukan hanya mampu meredusir biaya 3%, tentu tak mungkin menaikkan biaya personil 30%. Kalau produktivitas hanya naik 5%, tentu mustahil memberikan kompensasi 43%.
Wajarkah kenaikan upah sebesar 16% – 43,8%? Bukankah upah bisa naik jika terjadi peningkatan produktivitas, peningkatan sales dan efisiensi atau setidaknya salah satu dari 3 unsur itu? Dan tentu tidak mungkin pula jika kenaikan sales hanya 6% maka kenaikan upah 16%. Jika efisiensi yang dilakukan hanya mampu meredusir biaya 3%, tentu tak mungkin menaikkan biaya personil 30%. Kalau produktivitas hanya naik 5%, tentu mustahil memberikan kompensasi 43%.
Presiden sendiri sudah menyebut “keberhasilan” pemerintahannya adalah dengan peningkatan perekonomian sebesar 6,3%. Laju inflasi juga bisa ditekan di angka 6%-an. Nah, dengan kondisi seperti ini, Belum lagi, kenaikan UMK itu tak hanya berdampak pada upah pokok saja. Premi Jamsostek akan naik 7,89% bagi pekerja lajang dan naik 10,89% bagi pekerja yang sudah berkeluarga. Besaran THR dan cadangan pasca kerja (pesangon) serta upah lembur pun akan naik dengan prosentase yang sama. Jadi, bisa dibayangkan seperti apa besarnya beban yang harus ditanggung seorang pengusaha. Sementara, dalam kondisi dimana tingkat pertumbuhan ekonomi hanya berkembang 6% saja, sulit melakukan ekspansi pasar sampai lebih dari 10%. Tidak mungkin juga menaikkan harga jual barang dan jasa sampai lebih dari 6% jika tingkat inflasi hanya berkisar 6%. Bisa-bisa produk yang dijual malah tak laku, kalah bersaing dengan produk lain yang tidak mengalami kenaikan.
Karena itulah APINDO berkeberatan untuk menaikan UMR buruh.
Upah naik 100%? Sudahkah produktivitas naik 2x lipat?
Sekarang mari kita cermati produktvitas buruh Indonesia pada umumnya. Survey yang dilakukan di pabrik kemeja Arrow yang ada di Indonesia dan Hongkong, dengan melibatkan pekerja yang latar belakang pendidikannya sama, diberikan pelatihan yang sama persis, bekerja dengan fasilitas mesin-mesin yang sama, dengan kecepatan ban berjalan sama, ternyata buruh di Indonesia dalam 8 jam menghasilkan 9 potong kemeja sedang buruh di Hongkong hasilnya 18 potong kemeja. Wow, 2x lipat! Atau kita yang cuma setengahnya?
Lain lagi di industri otomotif Toyota. Pekerja di pabrik mobil Toyota di Jepang mampu merakit 1 unit mobil tiap 6 menit, artinya sejam di produksi 10 unit mobil, sedang di pabrik Toyota di Indonesia hanya mampu menghasilkan 1 unit mobil dalam 1,5 jam atau 90 menit. Sangat jauh, 1 : 15! Itu sebabnya Indonesia disebut soft nation, sedangkan negara-negara China, Korea, Jepang disebut taft nation. Jadi sudah jelas bedanya : yang (lemah) lembut VS yang tangguh.
Padahal, di dunia industri yang menentukan suatu industri tetap bertahan hidup atau tidak adalah “daya saing”, yaitu tingkat produktivitas yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Jadi, kalau kemampuan kita menghasilkan produk dari sisi kuantitas saja hanya separuh bahkan 1/15 dari negara lain di Asia, maka tentunya sulit dipikir dengan logika jika upah kita harus disetarakan dengan upah pekerja di negara lain yang tingkat produktivitasnya tinggi. Itu baru kuantitas, kualitas apalagi. Dari penelitian yang dilakukan, yang disebut penyebab rendahnya produktivitas adalah etos kerja dan lingkungan. Sudah bukan rahasia lagi jika di Indonesia persoalan keluarga masih sangat berpengaruh pada tingkat kehadiran dan produktivitas kerja. Terutama pada pekerja wanita.
Dalam 10 tahun terakhir ini, banyak perusahaan asing semacam Sony, Nike, yang memilih hengkang dari Indonesia. Bahkan Research In Motion (RIM) selaku produsen BlackBerry pun ogah membuka pabrik di Indonesia, kendati Menkominfo ngotot pengguna BB di Indonesia adalah yang terbesar. Tiap tahun setidaknya 1,4 juat unit BB terjual di Indonesia, sedang di Malaysia hanya 1/10-nya saja. Tapi alasan ini toh tak membuat RIM memilih Indonesia sebagai tempat investasinya. Kenapa perusahaan asing itu ogah berinvestasi di sini dan yang sudah disini malah kabur? Jawabnya sederhana : tidak kompetitif! Produktivitas rendah, tapi tuntutannya upah tinggi.
Para buruh terus menuntut kenaikan upah sementara produktivitas mereka tidak naik. Dan tuntutan ini selalu diajukan dengan cara-cara demo, mogok kerja, mensabotase produksi bahkan terkadang merusak fasilitas produksi. Produktivitas yang rendah jadi makin terpuruk lagi.
Ada tiga pihak yang terlibat dalam penetapan upah, yaitu buruh, pengusaha, dan pemerintah. Sayangnya, tiga pihak itu tidak mau mencari solusi, selalu melihat persoalan upah dari kepentingan masing-masing.
Buruh sudah pasti memandang dari kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak, pengusaha selalu berlindung di balik argumentasi kelangsungan hidup perusahaan, dan pemerintah hanya melihat dari kacamata daya saing investsi.
Harus jujur diakui, relasi perburuhan di Indonesia adalah hubungan yang sarat dengan kecurigaan, terutama antara buruh dan pengusaha. Buruh bangga bila demonstrasi yang dilakukan mampu memacetkan produksi, bahkan membangkrutkan perusahaan. Sebaliknya, pengusaha bangga bila bisa mengakali pekerjanya.
Buruh sudah pasti memandang dari kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak, pengusaha selalu berlindung di balik argumentasi kelangsungan hidup perusahaan, dan pemerintah hanya melihat dari kacamata daya saing investsi.
Harus jujur diakui, relasi perburuhan di Indonesia adalah hubungan yang sarat dengan kecurigaan, terutama antara buruh dan pengusaha. Buruh bangga bila demonstrasi yang dilakukan mampu memacetkan produksi, bahkan membangkrutkan perusahaan. Sebaliknya, pengusaha bangga bila bisa mengakali pekerjanya.
Peran pemerintah mestinya bisa menyeimbangkan kepentingan buruh dan pengusaha. Ironisnya, tidak sedikit kepala daerah yang mengusung kepentingan sendiri pada saat menetapkan upah minimum.
Kepala daerah mengalah kepada tuntutan buruh hanya menjelang pemilu kada demi meraup suara. Setelah berkuasa, kepala daerah balik membela pengusaha untuk mendapatkan setoran.
Sudah saatnya pemerintah menetapkan standar sistem pengupahan minimum yang mengacu kepada kebutuhan hidup layak. Setelah itu, kenaikan upah secara otomatis disesuaikan dengan laju inflasi.
DAMPAK
Kepala daerah mengalah kepada tuntutan buruh hanya menjelang pemilu kada demi meraup suara. Setelah berkuasa, kepala daerah balik membela pengusaha untuk mendapatkan setoran.
Sudah saatnya pemerintah menetapkan standar sistem pengupahan minimum yang mengacu kepada kebutuhan hidup layak. Setelah itu, kenaikan upah secara otomatis disesuaikan dengan laju inflasi.
DAMPAK
· Akibat aksi ini, ribuan kendaraan di beberapa ruas jalan sama sekali tidak bergerak. Jalan-jalan di wilayah JABODETABEK lumpuh total serta membuat akses jalan Tol Bandung – Jakarta macet total
· Pemblokiran jalan tol yang menjadi nadi perekonomian bangsa itu jelas merugikan masyarakat
· Melumpuhkan produksi di banyak pabrik di kawasan Industri tersebut,
· Demo dengan memblokir akses jalan utama telah menimbulkan persepsi negatif dari para investor. Kabarnya, sekitar 400 perusahaan akan merelokasi pabriknya ke luar Jakarta dan sekitarnya, termasuk Bekasi. Jika para investor kabur dari wilayah ibukota negara dan sekitarnya, bisa jadi bakal memicu hengkangnya investor asing.
· Kalangan pengusaha memperkirakan kehilangan pendapatan hingga US$20 miliar atau sekitar Rp179 triliun akibat aksi mogok kerja buruh di Kabupaten Bekasi Jawa Barat karena berhentinya proses produksi dan terjadinya keterlambatan penyerahan barang yang harus dikirim termasuk kegiatan ekspor.
· Adanya perselisihan antara buruh dan pengusaha ini justru kontraproduktif terhadap perbaikan ekonomi. Hal ini, karena investor, terutama asing merasa tidak mendapatkan kepastian dalam hal upah buruh.
· Perusahaan asing mengatakan kepada pemerintah jika selalu terjadi kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK), mereka akan merelokasi pabriknya ke tempat lain yang lebih kondusif.
SOLUSI
· Apindo melangsungkan rapat dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, untuk menjelaskan akar permasalahan aksi mogok buruh ini.
· Diadakannya mediasi antara perwakilan buruh dengan Apindo dan melakukan negoisassi diantara kedua belah pihak
· Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) akhirnya mencabut gugatan atas putusan revisi upah minimum provinsi (UMK) yang resmi dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
· Dengan adanya kesepakatan baru ini, Hatta melanjutkan, maka Gubernur Jawa Barat akan mencabut upaya banding terhadap putusan PTUN Bandung. Dalam rapat tersebut hadir pula para pengusaha yang diwakili Apindo dan serikat pekerja yang diwakili oleh SPSI, FSPMI, GSPMII, dan FSBDSI.
· Hatta menjelaskan, kesepakatan besaran UMK tersebut akan direkomendasikan oleh Bupati Bekasi kepada Gubernur Jawa Barat guna ditetapkan sebagai Upah Minimum Kabupaten Bekasi sebagai pengganti Keputusan Gubernur Jawa Barat sebelumnya, Sementara itu, bagi perusahaan yang nyata-nyata tidak mampu untuk memenuhi UMK sebagaimana Keputusan Gubernur Jawa Barat, diberikan kelonggaran untuk menyampaikan permohononan penangguhan UMK kepada Gubernur Jawa Barat.
· Guna menjaga suasana yang tetap kondusif dalam hubungan industrial dan menjaga iklim investasi serta daya saing industri Indonesia, maka Serikat Pekerja bersepakat bahwa kejadian ini yang pertama dan terakhir
· Setelah dikeluarkan kesepakatan bersama ini, akan dilakukan pembahasan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2005 tentang Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak dengan melakukan fact finding dan benchmark tentang pemberlakuan upah minimum yang berlangsung selama ini terkait dengan kepatuhan pemberi kerja melaksanakan upah minimum
· Seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, kesepakatan itu adalah menetapkan UMK Bekasi Rp1.491.000. Untuk kelompok II ditetapkan sebesar Rp1.715.000 dan kelompok I senilai Rp1.849.000.
Kemenangan Apindo atas gugatan kenaikan Upah buruh minimum kawasan Industri Bekasi dan sekitarnya menyebabkan konflik bagi perusahaan dan pekerjanya.Para buruh yang bersikeras menginginkan upah minimum menjadi 30% dari upah semula.diwarnai dengan aksi Demo besar-besaran.
Demo para buruh menuntut Kenaikan Gaji UMR / Upah Minimun Kota di kawasan Industri Bekasi dan sekitarnya terbilang sangat memprihatinkan, hal ini dikarena melumpuhkan produksi di banyak pabrik di kawasan Industri yang mrenyebabkan kerugian hingga teriliuanan, ruas jalan JABODETABEK macet total serta membuat akses jalan Tol Bandung – Jakarta macet total yang tentunya sangat merugikan banyak pihak.
Usaha para buruh mogok kerja dan berdemo akhirnya memberikan hasil yang cukup memuaskan.Atas bantuan Pemerintah masalah tersebut dapat diselesaikan dengan disepakatinya Upah Minimum Buruh naik menjadi 30% dari upah semula sesuai dengan keinginan para buruh dimana kenaikan upah tersebut harus disertai komitmen dari para buruh untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi serta para buruh juga harus dapat memberikan nilai tambah pada perusahaan.
0 komentar:
Posting Komentar